Rabu, 05 Oktober 2016

Ketika Hari Minggu Tak Lagi Sama


Sejak dulu, hari Minggu adalah hari terbaik buat saya. Bukan karna di hari itu saya libur (karna waktu sudah kerja pun, sebenernya hari minggu pun saya kadang masih kerja juga), tapi karna saya punya kesempatan untuk bertemu teman-teman di gereja dan melayani Tuhan. Ini bukan sok-sokan, tapi saya selalu merasa nyaman melayani Tuhan meskipun yang saya lakukan bagi sebagian orang terasa remeh. Tapi paling tidak saya melakukannya sepenuh hati, karna ini adalah cara saya berterimakasih karna dari gereja lah saya dulu bisa menyelesaikan kuliah. 


Hal ini tak lepas dari pengalaman saya waktu mendapatkan beasiswa YBO yang membuat saya kemudian terlibat cukup aktif di kegiatan gereja. Tak hanya itu, di hari minggu ini saya punya “jadwal khusus” yang kira kira saya lakukan sejak tahun 2013an. Di gereja, dengan bermodal hape, saya mencoba merekam khotbah hari minggu tersebut. Kadang, jika saja ndilalahnya baterai hape habis atau posisi tempat saya duduk kurang baik untuk merekam (atau karna ada gangguan di kiri-kanan), saya mencoba mengingat inti dari khotbah dan pesan2 penting yang dijelaskan pendeta. Hal ini saya lakukan bukan tanpa alasan, sejak tahun 2009 ibu saya sudah tak bisa lagi datang ke gereja. Bukan karna malas pastinya, karna dulu saya sendiri tahu ibu saya sangat rajin untuk datang ke gereja. Bahkan, saking aktifnya, ibu saya ini pernah terdaftar di dua gereja berbeda (sama-sama GKI, yang satu GKI Salatiga – gereja saya saat ini – dan satunya lagi adalah gereja GKI Tegalrejo). Beberapa kali ibuk, begitu saya biasa memanggil beliau, datang dulu di ibadah pagi GKI Tegalrejo untuk kemudian siangnya dilanjutkan untuk ikut ibadah di GKI Salatiga. 


Kembali ke soal merekam khotbah tadi. Jadi setelah saya pulang ke rumah, hal pertama yang ditanyakan ibuk adalah soal warta gereja. Ibuk selalu menyempatkan membaca warta gereja itu dan menyimpannya, karena di dalam warta itu juga ada pedoman bacaan Alkitab sepekan. Kadang, ibuk juga titip pada saya, biasanya awal bulan, untuk membelikan renungan harian khusus usia lanjut (kalau tidak salah judulnya “RELASI”). Jadilah setelah pulang ke rumah, sembari ibuk membaca-baca warta saya juga menceritakan inti khotbah yang tadi saya dengar (dan tentunya yang berhasil saya ingat-ingat) atau mendengarkan rekaman khotbah dari hape saya. Kadang ini diselingi juga dengan makan siang bersama dengan dua bungkus nasi gudheg langganan saya. Romantis kan?


Nah, tanggal 18 September yang lalu sesuatu yang berbeda terjadi. Karna waktu itu kondisi ibuk memang sedang memburuk, beberapa saudara saya datang untuk menemani ibuk tapi hanya bisa sampai siang sekitar jam 1 saja karna mereka juga ada keperluan masing-masing. Nah saya, mengalami hal yang sebelumnya belum pernah terjadi. Saya nyasar! Saya yang harusnya pulang siang jam 12 an waktu itu baru pulang sekitar jam 2. Bisa-bisanya saya salah naik angkot untuk pulang ke rumah, dan saya pun waktu itu merasa bahwa itu pertanda tidak baik. Mau pulang pun rasanya males banget.  Waktu saya pulang pun, ibuk yang biasanya masih terbangun di jam segitu pun saat itu sedang tertidur. Belakangan, jam segitu ibuk ini masih asyik dengan film India macam Uttaran dan teman temannya di TV. Karna tak mau mengganggu ibuk yang memang terlihat sangat pulas, saya pun tak membangunkan ibuk dan langsung melanjutkan pekerjaan saya yang waktu itu juga agak menumpuk. 


Hari minggu itu adalah hari minggu terakhir saya melihat ibuk berada di kamarnya. Karena sore harinya saya sendiri mendapati ibuk ternyata sudah tidak memberikan respon ketika dibangunkan dan saya sendiri harus membawanya ke rumah sakit sebelum akhirnya kehilangan beliau untuk selama-lamanya. Yang saya percaya, saat ini ibuk bisa tersenyum, bahkan tertawa lepas tidak lagi merasakan sakitnya bersama bapak yang sangat dicintainya dan Tuhan di tempat yang telah dijanjikan-Nya. 






Tulisan ini adalah bagian pertama dari beberapa tulisan lain yang nantinya akan saya posting di blog ini yang berkaitan dengan ibuk saya. Kedekatan saya dengan ibuk memang membuat saya punya banyak cerita yang rasanya tak ingin begitu saja saya lupakan. 

Harapan saya sih mudah saja, bagi setiap orang yang membaca tulisan ini natinya MAU dan BISA bersyukur jika mereka masih punya ibu yang akan selalu menyayangi. Jangan buang kesempatan dan tetap jalin hubungan baik dengan orang tua, karna saya sendiri sudah merasakannya. Syukuri kalau kamu masih punya dua, sayangi selalu jika saat ini hanya tinggal satu. Tapi jangan lupakan jasa kedua orang tuamu ketika kamu sudah tak lagi punya keduanya.  


2 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Thanks for reminding me again about many things :)
    Keep writing. People will be blessed with your posts.

    BalasHapus