Minggu, 17 Agustus 2014

Jangan Hina Garuda (Muda)

Tulisan ini saya tulis bertepatan dengan momen kemerdekaan 17 Agustus, bertepatan juga dengan momen dimulainya Liga Inggris musim 2014/2015. Tapi,yang saya tulis ini gak ada kaitannya dengan liga Inggris yang juga banyak ditunggu penggemarnya, meskipun yang saya bahas ini masih ada hubungannya dengan sepakbola.

Di saat liga-liga top eropa mulai digulirkan, fokus fans sepakbola Indonesia terpecah dengan tampilnya timnas U-19 di HBT Brunei 2014. Dengan lawan yang kualitasnya sebenernya gak bagus-bagus amat, tim yang dulunya sangat dipuja ini mendadak jadi bahan cemoohan. Saya sendiri sudah mengamati tim didikan Indra Sjafrie ini sejak jaman tim ini masih terkesan jadi buangan PSSI, sewaktu mereka menjadi juara di salah satu turnamen junior dengan Gavin Kwan dan Sabeq Fahmi yang jadi bintang,  sampe akhirnya mereka tahun lalu mencuri perhatian dengan jadi juara AFF junior dan lolos ke Piala Asia tahun ini dengan mengalahkan KorSel, Juara Piala Asia terdahulu. Apa yang terjadi di HBT 2014 (sampai tulisan ini ditulis, timnas U-19 baru dapet 1 poin dari 4 pertandingan) harusnya jadi pelajaran, bukan jadi dasar untuk mencemooh pemain muda yang masih punya masa depan cerah kedepannya. Ini memang tipikal supporter Indonesia, tim jagoannya kalah dan omongan kasar, menghina dan gak berguna keluar. Padahal, kalo dari pengamatan saya yang juga seorang fans, tim ini masih punya potensi besar dan tidak pantas untuk dihina, paling tidak oleh orang-orang yang mungkin belum memberi kontribusi apapun ke negara ini.
Untuk timnas sendiri, dengan modal kelebihan saya dalam melakukan analisa asal-asalan dan ngawur, saya memberikan sedikit pendapat mengenai alasan mereka gagal di piala yang sebenernya juga bukan menjadi target mereka ini.

        Miskin Motivasi dan Pengaruh COTIF

Apa sebenernya COTIF? Bagi mereka yang belum tau, COTIF ini adalah turnamen bergengsi yang ditandingkan untuk tim junior dari berbagai negara dan dilaksanakan di Spanyol. Sebelumnya Timnas U-19 sendiri diagendakan mengikuti turnamen ini agar bisa bertanding dengan tim-tim besar (di COTIF, Indonesia satu grup dengan negara ARGENTINA, klub BARCELONA, klub LEVANTE, dan negara MAURITANIA). Anda bisa bayangkan bagaimana senengnya para pemain muda Indonesia bakal bertemu tim-tim besar macam mereka (Terutama pemain Barcelona junior dan Argentina junior, di grup satunya lagi masih ada juga timnas junior BRAZIL). Kualitas permainan tim lawan yang jauh lebih tinggi jelas akan membuat pemain timnas lebih ngotot. Hasil jelas bukan tujuan akhir, tapi paling enggak mereka akan terus termotivasi. TAPI APA JADINYA? 2 minggu (kalo gak salah) sebelum turnamen digelar, di saat paspor dan administrasi udah dirampungkan semua, tiba-tiba PSSI membatalkan keikutsertaan tim U-19 dan menggantinya dengan tim U-21, yang gilanya lagi belum ada persiapan sama sekali untuk mengikuti turnamen ini.
Sebagai pemain muda, harapan untuk pergi ke Spanyol dan melawan tim berkelas dunia yang sebelumnya begitu kuat pasti langsung hancur. GILAnya lagi, timnas U-19 justru dikirim untuk tanding dengan tim ASEAN yang berlaga di HBT. Bukannya menyepelekan tim-tim lawan, tapi timnas U-19 ini adalah juara ASEAN dan calon kontestan Piala ASIA junior dengan target lolos ke PIALA DUNIA junior taun depan, harusnya lawan yang dipilih tentu yang kualitasnya jauh di atas dan bukannya yang satu level. Dari beberapa pertandingan, yang saya lihat para pemain seperti gak punya motivasi untuk bermain dan untuk menang. Evan Dimas yang umpan dan pergerakannya selama ini dikenal cukup bagus terkesan bermain ceroboh…Ilham Udin yang sering jadi tumpuan juga gak istimewa2 amat permainannya…jauh dibanding ketika mereka ini main di kualifikasi Piala Asia dan Piala AFF junior, serta beberapa ujicoba yang lalu.Pergerakan mereka gak seperti waktu mereka menjadi juara dan mengalahkan Korsel taun lalu.

     Minim Kreativitas

Saya emang bukan pemain bola, bukan juga pelatih bola yang paham betul kondisi permainan. Tapi dari pengamatan saya berdasarkan pengalaman bermain juga di Football Manager, apa yang ditampilkan timnas U-19 terasa minim kreativitas. Model permainan yang terus-menerus dikembangkan (disebut PEPEPA, PEndek-PEndek PAnjang) rasanya kurang efektif kalo pemain kurang motivasi. Kombinasi pendek-pendek di belakang dan tengah juga sering mentok gara-gara passing salah, yang anehnya SANGAT JARANG terjadi sebelumnya.
Yang juga saya amati adalah pergerakan dua sayap, yaitu Ilham Udin di kiri dan Maldini Palii di kanan. Kedua sayap ini bermain terlalu melebar, padahal keduanya punya kemampuan dribbling bagus, dan kemampuan cut-in yang luar biasa. Kemampuan minim dalam memberi crossing berkualitas tertutupi karena mereka sering bermain terlalu di pinggir. Saya sih berharap kedepannya, timnas ini “mencoba belajar” bermain dengan formasi baru yang lebih mengutamakan keseimbangan tim dan juga cocok dengan gaya permainan mereka sebagai variasi, misalnya 4-4-2.






Apapun, tulisan saya ini Cuma curahan hati seorang fans yang tak terima timnas juniornya dihina oleh pendukungnya sendiri. Sebenernya masih ada beberapa alasan lain yang saya analisa secara asal bisa dijadikan alasan kegagalan, tapi saya males juga nulisnya, hahahaha…..Saya yakin para pemain dan staf pelatih tentu gak mau mendapat hasil seburuk ini, dan yang bisa kita lakukan kan sebenernya gampang…memberi dukungan. Bukan malah menjatuhkan, dan yang paling parah menghina timnas yang di masa depan akan jadi tumpuan utama sepakbola negara yang mencintai sepakbola ini,.
Buat saya, yang paling penting itu menjaga optimisme kedepannya tentang timnas junior ini dan bukan jadi pesimis tanpa berusaha apa-apa, toh kalo misalnya dalam kondisi terburuk dan tidak kita harapkan tim ini nantinya gagal, bukannya itu hal yang biasa?

Senin, 04 Agustus 2014

Garam di Danau

denger cerita ini dari khotbah hari Minggu pagi kemaren, dan iseng searching gugel ternyata ada...
just share...
courtesy of didekatNya.blogspot

Kisah ini dimulai ketika ada seorang pemuda mendatangi seorang kakek tua yang tinggal di dekat danau yang airnya sangat jernih, pemuda tersebut menceritakan permasalahan hidupnya yang begitu pelik. Dengan penuh kesabaran kakek tersebut mendengarkan semua cerita pemuda tadi tanpa komentar apapun, dan setelah pemuda itu selesai bercerita sang kakek mengambil segenggam garam dan sebuah gelas berisi air putih, kemudian ditaburkannya garam itu ke dalam ke gelas berisi air tadi lalu diaduk, dan kemudian air garam tersebut diminumkan ke pemuda tersebut,

Kakek : ”Bagaimana rasanya?”
Pemuda : ”Asin sekali... pahit terasanya!"

Lalu sang kakek tersebut mengambil segenggam garam lagi, dan di ajaklah pemuda tersebut ke sebuah danau lalu di ditaburkannya garam tersebut ke danau tersebut lalu airnya diaduk. Kemudian air tersebut diminumkan ke pemuda tersebut,

Kakek : ”Bagaimana rasanya?”
Pemuda : ”Tidak terasa asinnya, segar sekali!"

Lalu sang kakek berkata 

"Jadikanlah hati kita seluas danau itu dan bukan sekecil gelas, maka sepahit apapun cobaan hidup yang dihadapi nantinya tidak akan terasa pahitnya.”